Minggu, 15 Juli 2018

ELEKTRONIK

Ayo yang ikut BEGADANG pd kumpul edisi ke 10 saya akan posting  Cara
mencari kurusakan TV Mati Total ,Selamat malam buat keluarga besar TEI jg Admin TEi salam kompak # Mencari Kerusakan TV yang mati Total

*Langkah pertama adalah mengecek tegangan listrik VAC 220V dan sekringnya.Apabila tegangan 220V normal & sekring normal, maka cek tegangan pada elko 400VDC, jika tidak ada tegangannya maka cek dioda bridge nya atau 4 dioda penyearahnya, mungkin ada yang rusak. Jika diode tersebut Korslet ( short ) biasanya ditandai dengan turunnya MCB pembatas listrik pada meteran rumah.

*Langkah kedua jika tegangan pada elko 400V sudah ada (tegangannya hanya sekitar 250-300VDC saja,bukan 400VDC persis) kemudian ukur tegangan sekundernya yg di elco 100uf/160Volt harus ada tegangan 110-115 VDC.

*Langkah ketiga Apabila tegangan 110VDC tidak ada,maka kita cek satu persatu daerah sekunder power supply saja.Atau anda lakukan penyolderan ulang dahulu pada bagian yang dicurigai,lalu coba hidupkan.Jika belum keluar tegangan B+ 110V,maka lakukan pengecekan komponen satu persatu didaerah sekunder power supply.terutama TR Regulator dan resistor statnya

*Langkah keempat Demi keamanan jika kita memperbaiki power supply,biasakan transistor panel horizontal dilepas dahulu,diatas sudah dijelaskan.Hal ini penting untuk menghindari kelalaian, karena kalau power supply sudah hidup,dan osilator sampai output horizontal juga hidup maka flyback akan menyemprotkan tegangan tinggi 20-25KV.Dibawah ini contoh transistor horizontal output ( Panel ) yang harus dilepas yaitu D1877

*Langkah kelima Cabut/sedot dahulu solderan B+ 110v pada kaki flyback yang ada hubungannya dengan elko B+ 100uf/160V agar tidak terbebani oleh flyback dalam memperbaiki power supply.Apabila tidak dilepas solderannya juga tidak apa-apa,flyback tidak akan menyemprotkan tegangan selama transistor panel horizontal belum terpasang. Namun hal tersebut penting karena “Untuk mengetahui kaki B+ flyback tsb korslet atau tidak. Jika korslet maka tegangan B+ dari power supply akan mati setelah dihubungkan dengan kaki B+ flyback. dengan begitu kita  mengetahui bahwa flyback dalam keadaan baik atau tidak.

*Langkah keenam Apabila tegangan B+ belum keluar,maka langkah selanjutnya mengukur komponen aktif seperti transistor{Tr},semua diukur satu persatu,jika menemukan ada yang rusak maka gantilah dengan yang baru.

*Langkah ketujuh, misalnya B+ belum keluar juga,sementara komponen aktif seperti Transistor,dioda dan semua dalam keadaan normal. Maka pemeriksaan kita lanjutkan pada komponen Resistor{R},biasanya R yang menuju Basis Transistor Panel power supply dari elko 400V putus,nilainya sekitar 100k-150k ada 2 buah,ganti kedua Resistornya. “Nilai pada resistor ada yang ditandai dengan gelang warna ada juga yang langsung tertera dalam cetakan angka.

*Langkah kedelapan  Pada Power supply televisi tidak semua memakai Transistor sebagai Out- put,ada yang memakai STR atau SMR.STR adalah IC {Integrated Circuit} tapi didalamnya juga transistor 2 buah dan ada Resistor ( R ). Jika STR ini rusak maka R disekitarnya biasa ikut  putus atau nilai hambatannya berubah. kalau kita mengganti STR maka Resistor ( R ) tersebut juga ikut diganti agar kerja STR sempurna.
jika televisi dihidupkan tapi pembatas listrik langsung mati atau jeglek maka power supply pasti rusak bagian primernya. “Ada 4 komponen faktor penyebab panel regulator Short (korslet) antara lain Transistor, STR, dioda bridge dan bisa juga kapasitor milar 250V atau Elko 400V.

*Langkah kesembilan  Jika tegangan sekunder sudah ada,kemudian ukur dan atur trimpot B+,tegangan rata-rata 110-115 Vdc.Dan ukur juga tegangan keluaran B+ yang lain sesuai standard.

lihat gambar bawah

Catatan penting
Syarat agar mesin televisi bisa hidup harus ada tegangan power supply,Osilator
horizontal, Driver horizontal, Output horizontal, B+vertikal dan Output Vertical,
lalu tegangan Heater,  tegangan screen(G2), teg video output dan tegangan RGB.
Diantara bagian-bagian tersebut peran paling penting adalah bagian power supply dan Horizontal, kedua bagian ini harus bekerja dulu baru kemudian yang lainnya.
Berapa saja tegangan diantara bagian-bagian tsb,berikut ini penjelasannya :

-power supply : 110V-115Vdc
-osilator horizontal : 8-12Vdc {Teg untuk IC osc}
-driver horizontal : 50Vdc {pada kaki collector Tr driver horz}
-output horizontal (H-Out) : 0,2Vdc {dari IC osc ke Basis Tr driver Ho}
-Basis TR output horizontal : 0,5 VAC
-IC vertical : 24Vdc {teg B+ IC vertikal tsb}
-output vertical : 12V-16Vdc {dari IC vert menuju defleksi vert}
-heater : 6VAC
-screen (G2) : 180V-500Vdc
-RGB {katoda} : 90V-125Vdc
-video output : 180Vdc {dari flyback} jg ada yg dari Regulator
-program : 5Vdc {teg B+ untuk IC program}
Jika tegangan dari power supply semua normal,berarti sudah bisa menghidupkan bagian horizontal yang dimulai dari osilator,driver ke output horizontal lalu ke bagian yang lain kemudian kita sesuaikan tegangannya spt data di atas.Untuk praktisnya langsung saja ukur tegangan basis pada Transistor output horizontal ( dari trafo IT yg menuju basis TR horizontal out) harus ada sekitar 0,5VAC,kecil memang tapi wajib ada. Kalau tegangan basis ini sudah ada berarti mesin tsb sudah hidup.
Jika tegangan dari trafo IT yang menuju Basis TR horizontal out tidak ada,maka mesin televisi tidak akan bekerja disini di butuhkan pengecekan tegangan yang dimulai dari osilator sampai output horizontal.Kalau tegangannya sudah ada berarti mesin TV ini sudah bisa hidup selanjutnya tinggal memasang transistor output horizontal yang dilepas tadi, tetapi ukur dulu Transistor tersebut bagus atau tidaknya setelah itu baru kita pasang kembali pada tempatnya dan mesin TV siap untuk kita coba….
Lihat gambar bawah

Catatan Tambahan
IC osilator adalah bagian penting yang sering di cek oleh para bengkel TV.diantaranya  pada kaki pin V-Out, H-Out, H-Vcc, RGB Out, Chroma dan Vcc. Karena pin-pin tsb memiliki peran yang penting pada IC osilator. kita harus tahu betul fungsi dan besaran tegangan pada bagian tsb.disini kita membutuhkan sebuah skema. Bila kita  ingin lebih jelas lagi mempelajari perbaikan Televisi, maka milikilah beberapa Skema TV
NB : buat yg mau lihat file begadang episode 1 s/d akhir bisa masuk di group BELAJAR ELEKTRONIK BERSAMA TEI
Add caption





Sabtu, 02 Juni 2018

HUKUM ZAKAT FITRAH DALAM BENTUK UANG


Ulama Syafi’iyyah sepakat bahwa zakat fitrah tidak boleh diberikan kepada penerima zakat (mustahiq) dalam bentuk uang. Meskipun seperti itu, praktiknya di beberapa daerah di Indonesia masih banyak yang kurang memahami kesepakatan ulama ini.

Menyikapi fenomena itu, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Tanggungharjo, Grobogan Jawa Tengah, memberikan penjelasan terkait zakat dengan menggunakan uang atau melalui uang. Terma melalui uang artinya alat tukar tersebut hanya sebagai perantara sehingga penyaluran zakat tetap dalam bentuk makanan pokok.

Di sini panitia menjelaskan bahwa konsep-konsep tersebut sesuai dengan ketentuan syariat, tapi masyarakat tetap dimudahkan yaitu bisa berangkat dari rumah dengan membawa uang menuju stand/pos zakat setempat.

Pertama, panitia zakat menyuplai beras dengan membeli atau bermitra kepada salah satu toko penyedia beras di mana setiap muzakki yang datang membawa uang akan dilayani jual beli murni dengan beras yang disediakan oleh panitia terlebih dahulu. Setelah muzakki menerima beras, transaksi penerimaan zakat baru kemudian dijalankan sebagaimana biasanya.
Sementara ini, ada beberapa tempat yang sudah menjalankan sistem jual beli mirip seperti di atas, namun kesalahannya terletak pada beras yang dibuat transaksi jual beli bukan beras murni persediaan panitia, tapi beras yang telah diterima panitia dari hasil zakat beras orang lain yang terlebih dahulu datang kemudian beras zakat itu dijual kembali kepada muzakki lain yang datang kemudian. Menjual beras zakat seperti ini tidak diperbolehkan.

Kedua, panitia yang tidak resmi mendapat SK dari pemerintah tidak dinamakan sebagai amil, mereka hanya berlaku sebagai relawan saja. Artinya semua operasional tidak boleh dibebankan/diambilkan dari zakat. Panitia seperti ini bisa mengambil untung dari hasil jual beli beras yang memang murni untung jual beli untuk kepentingan operasional.

Contoh, panitia mengumumkan, masyarakat yang ingin menyalurkan zakat melalui panitia dengan membawa beras silahkan datang dengan membawa beras 2,5 kg (ada pendapat yang 2,7 kg, silakan memilih). Bagi yang ingin membawa uang, besar nominalnya adalah Rp. 25.000,-
Jika sekarang beras standar diasumsikan dengan besaran harga Rp. 8.400,-/kg, maka setiap kali ada muzakki yang datang membawa uang, panitia akan untung Rp. 4.000,-/muzakki. Dengan 4 ribu inilah roda operasional panitia berjalan tanpa mengganggu harta zakat sama sekali. Jika ada 100 orang saja yang datang membawa uang, maka uang Rp. 400.000 sudah cukup untuk operasional panitia yang meliputi pembelian kantong plastik, konsumsi, transport dan lain sebagainya.

Ketiga, karena ini menyangkut jual beli murni, jual beli tidak diperkenankan digelar di masjid. Panitia harus mendirikan stand tersendiri di bagian yang terpisah dari masjid atau diselenggarakan di ruang serbaguna, madrasah, pesantren atau rumah warga.

Keempat, secara umum Syafi’iyyah memandang bahwa kiai atau ustadz bukan bagian dari sabilillah, mustahiq zakat. Mereka tidak berhak menerima zakat kecuali jika kebetulan mereka termasuk golongan/ashnaf lain selain sabilillah. Seperti kebetulan mereka fakir atau miskin, maka mereka berhak menerima zakat atas nama dia sebagai fakir miskin bukan kapasitasnya sebagai kiai atau ustadz. Hanya ada satu pendapat lemah dari kutipan Imam Qaffal yang mengatakan guru mengaji dan sejenisnya termasuk sabilillah yang berhak menerima zakat.

Dengan solusi alternatif demikian, harapannya, masing-masing antara masyarakat dan panitia saling dimudahkan dengan tetap konsisten mengikuti pendapat Syafi’iyyah.

Referensi:

Zakat harus dengan makanan pokok
كاشفة السجا لنووي الجاوي – (ج 1 / ص 270)
وواجب الفطرة لكل واحد صاع من غالب قوت بلد المؤدى عنه وإن كان المؤدي بغيرها من جنس واحد

Zakat fitrah tidak boleh dijual-belikan
المجموع الجزء السادس ص : 175
( فرع ) قال أصحابنا لا يجوز للإمام ولا للساعى بيع شىء من مال الزكاة من غير ضرورة بل يوصلها إلى المستحقين بأعيانها لأن أهل الزكاة أهل رشد لا ولاية عليهم فلم يجز بيع مالهم بغير إذنهم فإن وقعت ضرورة بأن وقف عليه بعض الماشية أو خاف هلاكه أو كان فى الطريق خطر أو احتاج إلى رد جبران أو إلى مؤنة النقل أو قبض بعض شاة وما أشبهه جاز البيع للضرورة كما سبق فى آخر باب صدقة الغنم إنه يجوز دفع القيمة فى مواضع للضرورة قال أصحابنا ولو وجبت ناقة أو بقرة أو شاة واحدة فليس للمالك بيعها وتفرقة ثمنها على الأصناف بلا خلاف بل يجمعهم ويدفعها إليهم وكذا حكم الإمام عند الجمهور وخالفهم البغوى فقال إن رأى الإمام ذلك فعله وأن رأى البيع وتفرقة الثمن فعله والمذهب الأول قال أصحابنا وإذا باع فى الموضع الذى لا يجوز فيه البيع فالبيع باطل ويسترد المبيع فإن تلف ضمنه والله أعلم .
روضة الطالبين وعمدة المفتين (2/ 337)
 الثَّالِثَةُ: لَا يَجُوزُ لِلْإِمَامِ وَلَا لِلسَّاعِي أَنْ يَبِيعَ شَيْئًا مِنَ الزَّكَاةِ، بَلْ يُوَصِّلُهَا بِحَالِهَا إِلَى الْمُسْتَحِقِّينَ، إِلَّا إِذَا وَقَعَتْ ضَرُورَةٌ، بِأَنْ أَشْرَفَتْ بَعْضُ الْمَاشِيَةِ عَلَى الْهَلَاكِ أَوْ كَانَ فِي الطَّرِيقِ خَطَرٌ، أَوِ احْتَاجَ إِلَى رَدِّ جِيرَانٍ، أَوْ إِلَى مُؤْنَةِ نَقْلٍ، فَحِينَئِذٍ يَبِيعُ.
Jual-beli tidak diperbolehkan di masjid
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال: «نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الشراء والبيع في المسجد، وأن تنشد فيه الأشعار» (رواه الترمذي وأبو داود وغيرهما)
Syafiiyyah sepakat zakat tidak boleh menggunakan uang
المجموع شرح المهذب – (ج 5 / ص 428)
{ الشرح } اتفقت نصوص الشافعي رضى الله عنه انه لا يجوز اخراج القيمة في الزكاة وبه كذا في الاصل والصواب عليهن قطع المصنف وجماهير الاصحاب وفيه وجه ان القيمة تجزئ حكاه وهو شاذ باطل ودليل المذهب ما ذكره المصنف (وأما) إذا اخرج سنا اعلي من الواجب كبنت لبون عن بنت مخاض ونظائره فتجزئه بلا خلاف لحديث ابى السابق ولما ذكره المصنف (وأما) إذا اخرج تبيعين عن مسنة فقد قطع المصنف بجوازه وهو المذهب وبه قطع الجماهير وفيه وجه سبق في باب زكاة البقر والله تعالي اعلم
Titik khilafiyah zakat dengan uang antara Syafiiyah dengan Hanafiyyah
المبسوط – (ج 4 / ص 141)
( قَالَ ) : فَإِنْ أَعْطَى قِيمَةَ الْحِنْطَةِ جَازَ عِنْدَنَا ؛ لِأَنَّ الْمُعْتَبَرَ حُصُولُ الْغِنَى وَذَلِكَ يَحْصُلُ بِالْقِيمَةِ كَمَا يَحْصُلُ بِالْحِنْطَةِ ، وَعِنْدَ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى لَا يَجُوزُ ، وَأَصْلُ الْخِلَافِ فِي الزَّكَاةِ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ الْأَعْمَشُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ : أَدَاءُ الْحِنْطَةِ أَفْضَلُ مِنْ أَدَاءِ الْقِيمَةِ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى امْتِثَالِ الْأَمْرِ وَأَبْعَدُ عَنْ اخْتِلَافِ الْعُلَمَاءِ فَكَانَ الِاحْتِيَاطُ فِيهِ ، وَكَانَ الْفَقِيهُ أَبُو جَعْفَرٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ : أَدَاءُ الْقِيمَةِ أَفْضَلُ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى مَنْفَعَةِ الْفَقِيرِ فَإِنَّهُ يَشْتَرِي بِهِ لِلْحَالِ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ ، وَالتَّنْصِيصُ عَلَى الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ كَانَ ؛ لِأَنَّ الْبِيَاعَاتِ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ بِالْمَدِينَةِ يَكُونُ بِهَا فَأَمَّا فِي دِيَارِنَا الْبِيَاعَاتُ تُجْرَى بِالنُّقُودِ ، وَهِيَ أَعَزُّ الْأَمْوَالِ فَالْأَدَاءُ مِنْهَا أَفْضَلُ .
Kutipan Al Qaffal yang memperbolehkan zakat diberikan kepada kiai, ustadz
تفسير المنير الجزء الأول ص 244

ونقل القفال عن بعض الفقهاء فهم أجازوا صرف الصدقات الى جميع الوجوه الحير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعماره المسجد للأن قوله في سبيل الله عام في الكل.

Kamis, 27 Juli 2017

BAB TOHARAH / BERSUCI


1. KOLAM WUDLU TERKOTAK-KOTAK


Kolam tempat wudlu, adakalanya memanjang dengan beberapa sekat pemisah dan di tengahnya dibuatkan lubang kecil sebagai penghubung, sehingga berbentuk kotak-kotak. 

Apakah ukuran dua qullah atau tidaknya dihitung perkotak, karena dianggap pisah-pisah ataukah semuanya dianggap satu tempat?


Jawab: Semuanya dianggap satu tempat, jika air yang terdapat pada salah satu kotak digerakkan, maka air pada kotak yang lain ikut bergerak.


Referensi:


حاشية الجمل  ج 1 ص : 40


وَيُعْتَبَرُ فِي الْقُلَّتَيْنِ قُوَّةُ التَّرْدَادِ فَلَوْ كَانَ الْمَاءُ فِي حُفْرَتَيْنِ فِي كُلِّ حُفْرَةٍ قُلَّةٌ وَبَيْنَهُمَا اتِّصَالٌ مِنْ نَهْرٍ صَغِيرٍ غَيْرَ عَمِيْقٍ فَوَقَعَ فِي إحْدَى الْحُفْرَتَيْنِ نَجَاسَةٌ قَالَ اْلإِمَامُ فَلَسْتُ أَرَى أَنَّ مَا فِي الْحُفْرَةِ اْلأُخْرَى دَافِعٌ لِلنَّجَاسَةِ - إلى أن قال - وَقَوْلُهُ وَبَيْنَهُمَا اتِّصَالٌ مِنْ نَهْرٍ صَغِيرٍ غَيْرِ عَمِيقٍ وَضَابِطُ غَيْرِ الْعَمِيْقِ أَنْ يَكُوْنَ بِحَيْثُ لَوْ حُرِّكَ مَا فِي إحْدَى الْحُفْرَتَيْنِ لاَ يَتَحَرَّكُ مَا فِي اْلأُخْرَى وَمِنْهُ يُعْلَمُ حُكْمُ حِيَاضِ اْلأَخْلِيَةِ إذَا وَقَعَ فِي وَاحِدٍ مِنْهَا نَجَاسَةٌ فَإِنَّهُ إنْ كَانَ لَوْ حُرِّكَ وَاحِدٌ مِنْهَا تَحَرَّكَ وَاحِدٌ مِنْهَا وَهَكَذَا إلَى اْلآخَرِ لاَ يُحْكَمُ بِالتَّنْجِيْسِ عَلَى مَا وَقَعَتْ فِيهِ النَّجَاسَةُ وَلاَ عَلَى غَيْرِهِ وَإِلاََّ حُكِمَ بِنَجَاسَةِ الْجَمِيْعِ وَيُصَرِّحُ بِذَلِكَ قَوْلُ سم عَلَى حج الْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ بِاْلاكْتِفَاءِ بِتَحَرُّكِ كُلِّ مُلاَصِقٍ بِتَحْرِيْكِ مُلاَصِقِهِ وَإِنْ لَمْ يَتَحَرَّكْ بِتَحْرِيْكِ غَيْرِهِ إذَا بَلَغَ الْمَجْمُوعُ قُلَّتَيْنِ اهـ أَقُولُ وَيَنْبَغِي اْلاكْتِفَاءُ بِالتَّحَرُّكِ وَلَوْ كَانَ غَيْرَ عَنِيْفٍ وَإِنْ خَالَفَ غَيْرُهُ فِي حَوَاشِيْ شَرْحِ الْبَهْجَةِ فَرَاجِعْهُ ا




2. BAU AIR BERUBAH AKIBAT BERSANDING BANGKAI


Bangkai tikus yang sudah membusuk, akan mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Bau tak sedap itu, akan menyebar ditempat-tempat sekelilingnya. Bahkan air yang tidak jauh dari bangkaipun, baunya ikut berubah karenanya. 

Apakah perubahan air akibat berdampingan dengan bangkai berdampak terhadap kesuciannya?


Jawab: Tidak, yakni airnya tetap suci mensucikan.


Referensi:


حاشية البجيرمي على الخطيب  ج 1 ص : 90



قَوْلُهُ ( بِسَبَبِ النَّجَاسَةِ ) اْلأَوْلَى بِاتِّصَالِ النَّجَاسَةِ لِيَخْرُجَ بِذَلِكَ مَا لَوْ تَغَيَّرَ بِجِيْفَةٍ عَلَى الشَّطِّ فَإِنَّ ذَلِكَ التَّغَيُّرَ بِسَبَبِهَا وَمَعَ ذَلِكَ لاَ يَضُرُّ اهـ اج .



3. STATUS BUSA AIR KENCING


Sering kita temui, ketika seseorang kencing di sungai, permukaan air mengeluarkan busa. Tak jarang busa tersebut mengenai pada betis atau celana.

Bagaimana status busa tersebut?


Jawab: Suci, selagi busa tersebut tidak dipastikan bagian dari air kencing.


Referensi:


حاشية الجمل  ج 1 ص : 40l


وَلَوْ بَالَ فِي الْبَحْرِ مَثَلاً فَارْتَفَعَتْ مِنْهُ رَغْوَةٌ فَهِيَ طَاهِرَةٌ كَمَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ِلانَّهَا بَعْضُ الْمَاءِ الْكَثِيْرِ خِلاَفًا لِمَا فِي الْعُبَابِ وَيُمْكِنُ حَمْلُ كَلاَمِ الْقَائِلِ بِنَجَاسَتِهَا عَلَى تَحَقُّقِ كَوْنِهَا مِنَ الْبَوْلِ اهـ




4. FENOMENA BUANG HAJAT DI SUNGAI


Buang air besar di sungai, merupakan tradisi masyarakat pedesaan. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri, ketika pantulan air menyebar kemana-mana disaat jatuhnya kotoran ke sungai.

Najiskah percikan air tersebut?


Jawab: Tidak.


Referensi:


فتح المعين هامش إعانة الطالبين  ج 1 ص : 42


وَلَوْ طُرِحَتْ فِيْهِ بَعْرَةٌ فَوَقَعَتْ مِنْ أَجْلِ الطَّرْحِ قَطْرَةٌ عَلَى شَيْئ ٍلَمْ تُنَجِّسْهُ اهـ



5.   WUDLU DI SUNGAI YANG ADA KOTORAN MANUSIA


Sungai-sungai di pedesaan, kegunaanya sangat multi fungsi. Disamping digunakan sebagai mandi dan mencuci dan juga sungai tersebut dimanfaatkan sebagai tempat berak. Akibatnya, seringkali kita temukan kotoran-kotoran manusia terapung bak perahu yang sedang berlayar. Apakah ketika berwudlu, posisi kita harus menjauh dari benda najis terdebut?


Jawab: Tidak harus menjauh, karena air yang lebih dari dua qullah, tetap suci selama tidak berubah.


Referensi:


المجموع  ج 1 ص : 192 


وَأَمَّا الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ وَهِيَ إذَا كَانَ الْمَاءُ أَكْثَرَ مِنْ قُلَّتَيْنِ وَفِيهِ نَجَاسَةٌ جَامِدَةٌ فَقَدْ ذَكَرَ وَجْهَيْنِ ( الصَّحِيحُ مِنْهُمَا ) أَنَّهُ لاَ يَجِبُ التَّبَاعُدُ بَلْ تَجُوزُ الطَّهَارَةُ مِنْهُ مِنْ حَيْثُ شَاءَ ( وَالثَّانِيْ ) يَجِبُ التَّبَاعُدُ عَنِ النَّجَاسَةِ بِقَدْرِ قُلَّتَيْنِ وَهَذَا الْخِلاَفُ مَشْهُورٌ فِي الطَّرِيقَتَيْنِ لَكِنْ الْعِرَاقِيُّوْنَ وَالْبَغَوِيُّ حَكَوْهُ وَجْهَيْنِ كَمَا حَكَاهُ الْمُصَنِّفُ – إلى أن قال – وَأَمَّا إذَا قُلْنَا لاَ يُشْتَرَطُ التَّبَاعُدُ فَلَهُ أَنْ يَتَطَهَّرَ مِنْ أَيِّ مَوْضِعٍ شَاءَ مِنْهُ هَكَذَا صَرَّحَ بِهِ اْلأَصْحَابُ وَاتَّفَقُوْا عَلَيْهِ اهـ




6.  AIR MUTANAJJIS NETRAL KEMBALI


Air dua qullah setatusnya menjadi mutanajjis bila salah satu dari sifatnya berubah akibat terkena benda najis. Baik yang berubah berupa bau, rasa ataupun warnanya. Jika perubahan tersebut hilang dengan sendirinya, apakah bisa kembali suci mensucikan?


Jawab: Ya, dapat suci mensucikan kembali. Karena penyebab najisnya sudah hilang.


Referensi:


تحفة المحتاج في شرح المنهاج  ج 1 ص : 86


( فَإِنْ زَالَ تَغَيُّرُهُ بِنَفْسِهِ ) بِأَنْ لَمْ يَنْضَمَّ إلَيْهِ شَيْءٌ كَأَنْ طَالَ مُكْثُهُ ( أَوْ بِمَاءٍ ) انْضَمَّ إلَيْهِ وَلَوْ مُتَنَجِّسًا أَوْ أُخِذَ مِنْهُ وَالْبَاقِي كَثِيرٌ بِأَنْ كَانَ اْلإِنَاءُ مُنْخَنِقًا بِهِ فَزَالَ انْخِنَاقُهُ وَدَخَلَهُ الرِّيْحُ وَقَصَرَهُ أَوْ بِمُجَاوِرٍ وَقَعَ فِيهِ أَيْ أَوْ بِمُخَالِطٍ تَرَوَّحَ بِهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ مِمَّا يَأْتِي فِي نَحْوِ زَعْفَرَانٍ لاَ طَعْمَ وَلاَ رِيحَ ( طَهُرَ ) لِزَوَالِ سَبَبِ التَّنَجُّسِ




7.  AIR SEDIKIT TERKENA NAJIS TAPI TIDAK BERUBAH


Sungguh memperihatinkan kehidupan orang-orang yang berada di daerah yang kekeringan. Untuk mendapatkan air satu ember saja mereka harus rela menunggu hingga berjam-jam. Bahkan saking sulitnya mendapatkan air, mereka sampai tidak menghiraukan dalam mengambil air tersebut. Sehingga tak jarang air yang mereka bawa terkena percikan-percikan air yang jatuh ke tanah. Adakah ulama’ dari kalangan Syafi’iyyah yang berpendapat, bahwa air sedikit ketika terkena najis tetap suci mensucikan?


Jawab: Ada. Yaitu pendapat Imam Ibn al-Mundzir, al-Ghazâly dan ar-Rûyâni. Asalkan air yang terkena najis tersebut tidak berubah.


Referensi:


شرح البهجة الوردية  ج 1 ص : 30


وَقِيْلَ لاَ يَنْجُسُ كَثِيْرُ الْمَاءِ وَلاَ قَلِيْلُهُ إلاَّ بِالتَّغَيُّرِ حَكَاهُ فِي الْمَجْمُوْعِ عَنْ طَائِفَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَغَيْرِهِمْ وَاخْتَارَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَالْغَزَالِيُّ فِي اْلإِحْيَاءِ وَالرُّوْيَانِيُّ فِي كِتَابَيْهِ الْبَحْرِ وَالْحِلْيَةِ قَالَ فِي الْبَحْرِ هُوَ اخْتِيَارِيْ وَاخْتِيَارُ جَمَاعَةٍ رَأَيْتُهُمْ بِخُرَاسَانَ وَالْعِرَاقِ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ بَعْدَ حِكَايَةِ الْمَذَاهِبِ فِي مِقْدَارِ الْمَاءِ الَّذِي لاَ يَنْجُسُ هَذَا الْمَذْهَبُ أَصَحُّ الْمَذَاهِبِ بَعْدَ مَذْهَبِنَا اهـ




8.  AIR MUSTA’MAL BOLEH DIPAKAI


Air musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk menghilangkan najis ataupun hadast dan hukumnya suci namun tidak bisa dibuat bersuci lagi. Adakah pendapat yang memperbolehkan air musta’mal dibuat bersuci kembali, mengingat di desa-desa yang kekeringan sulit mendapatkan air untuk bersuci?


Jawab: Ada, yaitu pendapat Imam Zuhry, Imam Mâlik dan Imam al-Auzâ’I serta pendapat Imam Ibn al-Mundzir.


Referensi:


المجموع شرح المهذب  ج 1 ص : 206


وَأَمَّا الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ وَهِيَ كَوْنُهُ لَيْسَ بِمُطَهِّرٍ فَقَالَ بِهِ أَيْضًا أَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ مَالِكٍ وَلَمْ يَذْكُرِ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْهُ غَيْرَهَا وَذَهَبَ طَوَائِفُ إلَى أَنَّهُ مُطَهِّرٌ وَهُوَ قَوْلُ الزُّهْرِيِّ وَمَالِكٍ وَاْلأَوْزَاعِيِّ فِي أَشْهَرِ الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُمَا وَأَبِيْ ثَوْرٍ وَدَاوُدَ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ وَابْنِ عُمَرَ وَأَبِيْ أُمَامَةَ وَعَطَاءٍ وَالْحَسَنِ وَمَكْحُوْلٍ وَالنَّخَعِيِّ أَنَّهُمْ قَالُوْا فِيمَنْ نَسِيَ مَسْحَ رَأْسِهِ فَوَجَدَ فِي لِحْيَتِهِ بَلَلاً يَكْفِيْهِ مَسْحُهُ بِذَلِكَ الْبَلَلِ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُمْ يَرَوْنَ الْمُسْتَعْمَلَ مُطَهِّرًا قَالَ وَبِهِ أَقُولُ اهـ




9. SEMUT DALAM MINUMAN


Dimana ada gula pasti disana ada semut, itulah alasan sulitnya terhindar dari bangkainya semut. Sehingga saat memasukkan gula untuk membuat secangkir teh atau kopi, bangkainya semut sering terbawa dan mengambang dalam sebuah minuman. Apakah masuknya bangkainya semut dalam kasus diatas dapat menajiskan?


Jawab: Tidak menajiskan, karena bangkai tersebut hanya terbawa, bukan sengaja dimasukkan.


Referensi:


حاشية الجمل  ج 1 ص  : 35


وَلَوْ وَقَعَ ذُبَابٌ فِي مَائِعٍ وَلَمْ يُغَيِّرْهُ فَصُبَّ عَلَى مَائِعٍ آخَرَ لَمْ يُؤَثِّرْ فِيهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِطَهَارَتِهِ الْمُسَبِّبَةِ عَنْ مَشَقَّةِ اْلاحْتِرَازِ اهـ أَقُولُ ظَاهِرُهُ وَإِنْ كَانَ الصَّبُّ قَبْلَ نَزْعِ الذُّبَابِ مِنْ الْمَصْبُوبِ وَلَيْسَ بِبَعِيْدٍ وَإِنْ قُلْنَا إنَّهُ يَضُرُّ إلْقَاءُ الذُّبَابِ مَيِّتًا ِلانَّ اْلإِلْقَاءَ تَابِعٌ ِلإلْقَاءِ الْمَائِعِ لاَ مَقْصُوْدٌ اهـ




10. BANGKAI NYAMUK DIKELUARKAN JATUH KEMBALI


Biasanya minuman yang tidak tertutup, banyak kemasukan hewan-hewan kecil, seperti; nyamuk, semut atau yang lain, bahkan terkadang sampai mati di dalamnya. Akibatnya sebelum menikmati minuman tersebut terlabih dahulu harus mengeluarkan bangkainya hewan.

Apakah bangkai hewan yang saat dikeluarkan jatuh kembali ke sebuah minuman tetap di-ma’fu?


Jawab: Ya, tetap di-ma’fu (tidak menajiskan).


Referensi:


حاشية البجيرمي على الخطيب  ج 1 ص : 324


يُعْفَى عَنْ تَصْفِيَةِ مَا هِيَ فِيهِ بِنَحْوِ خِرْقَةٍ وَعَنْ وُقُوْعِهَا عِنْدَ نَزْعِهَا بِأُصْبُعٍ أَوْ عُودٍ وَإِنْ تَكَرَّرَ اهـ



11.  AIR AQUARIUM TERDAPAT KOTORAN IKAN


Aquarium dengan beraneka ragam ikan hias, merupakan pilihan tepat untuk menghiasi ruang tamu. Tak jarang aquarium tersebut banyak terdapat kotoran ikannya.

Bagaimana status air aquarium yang terdapat kotoran ikan?


Jawab: Hukumnya mutanajjis, karena tujuan hiasan tidak termasuk hajat.


Referensi:


تحفة المحتاج  ج 1 ص : 89


( قَوْلُهُ وَرَوْثٍ إلَخْ ) عِبَارَةُ النِّهَايَةِ وَعَنْ رَوْثِ نَحْوِ سَمَكٍ لَمْ يَضَعْهُ فِي الْمَاءِ عَبَثًا وَأَلْحَقَ اْلأَذْرَعِيُّ بِهِ مَا نَشْؤُهُ مِنْ الْمَاءِ وَالزَّرْكَشِيُّ مَا لَوْ نَزَلَ طَائِرٌ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ طُيُوْرِ الْمَاءِ وَذَرَقَ فِيهِ أَوْ شَرِبَ مِنْهُ وَعَلَى فَمِهِ نَجَاسَةٌ وَلَمْ تَتَخَلَّلْ عَنْهُ اهـ قَالَ ع ش قَوْلُهُ عَبَثًا وَمِنَ الْعَبَثِ مَا لَوْ وُضِعَ فِيهِ لِمُجَرَّدِ التَّفَرُّجِ عَلَيْهِ فِيْمَا يَظْهَرُ وَلَيْسَ مِنْهُ مَا يَقَعُ كَثِيْرًا مِنْ وَضْعِ السَّمَكِ فِي اْلآبَارِ وَنَحْوِهَا ِلأَ كْلِ مَا يَحْصُلُ فِيْهَا مِنْ الْعَلَقِ وَنَحْوِهِ حِفْظًا لِمَائِهَا عَنِ اْلاسْتِقْذَارِ اهـ



12. AIR KOLAM BERUBAH KARENA KEJATUHAN DAUN


Karena terlalu banyaknya dedaunan yang berjatuhan di kolam, warna airnya berubah kehijau-hijauan. Bahkan perubahan tersebut sampai berdampak pada rasanya, akibat membusuknya dedaunan yang terendam di kolam tersebut.

Bolehkah air itu dibuat bersuci?


Jawab: Tetap diperbolehkan, karena hal tersebut sulit dihindarkan.


Referensi:


كفاية الأخيار ص : 10


وَلَوْ تَغَيَّرَ الْمَاءُ بِأَوْرَاقِ اْلأَشْجَارِ الْمُتَنَاثِرَةِ بِنَفْسِهَا إِنْ لَمْ تَتَفَتَّتْ فِي الْمَاءِ فَهُوَ طَهُوْرٌ عَلَى اْلأَظْهَرِ وَإِنْ تَفَتَّتَتْ وَاخْتَلَطَتْ فَأَوْجُهٌ الأَصَحُّ أَنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ لِعُسْرِ اْلاحْتِرَازِ عَنْهَا اهــ




13. AIR TERCAMPUR MINYAK


Karena banyaknya kecampuran dengan sejenis minyak, baik berupa minyak wangi, minyak tanah atau minyak goreng, salah satu dari sifatnya air ada yang berubah. Bahkan perubahan tersebut sangat kentara banget.

Apakah perubahan air akibat kejatuhan minyak dapat merubah status hukumnya?


Jawab: Tidak merubah, yakni tetap suci mensucikan. Sebab perubahan tersebut hanya terpengaruh oleh aroma. Karena minyak termasuk benda mujâwir (benda yang tidak bisa larut dengan air), bukan benda mukhâlit yang bisa menyatu dengan air.


Referensi:


أسنى المطالب  ج 1 ص : 8


( وَلاَ ) يَضُرُّ تَغَيُّرٌ ( كَثِيرٌ بِمُجَاوِرِهِ ) أَيِ الْمَاءِ ( كَعُودٍ وَدُهْنٍ ) وَلَوْ مُطَيَّبَيْنِ ( وَكَافُورٍ صَلْبٍ ) ِلانَّ تَغَيُّرَهُ بِذَلِكَ لِكَوْنِهِ تَرَوُّحًا لاَ يَمْنَعُ إطْلاَقَ اْلاسْمِ عَلَيْهِ اهـ





14.  PERUBAHAN YANG BISA MENGHILANGKAN KEMUTLAKAN AIR


Dalam literatur kutubussalaf dijelaskan, bahwa air mutaghayyir adalah air yang salah satu sifatnya berubah sampai menghilangkan kemutlakan nama air dan hukumnya suci tapi tidak mensucikan. Kendati demikian, masih ada beberapa hal yang perlu ketegasan terkait keterangan diatas. Diantaranya adalah batasan hilang dan tidaknya sebuah kemutlakan nama air. 

Sejauh mana perubahan bisa dikatakan “menghilangkan kemutlakan nama air”?


Jawab: Sekira ketika air tercampur dengan sesuatu, bentuk perubahannya banyak dan air tidak akan disebut, kecuali dengan sebutan yang mengikat, seperti; air teh, air kuah, air susu, atau semacamnya. Berbeda jika perubahannya sedikit. Sehingga hanya disebut dengan air yang berbau susu atau bau teh.


Referensi:


الأم   ج 1 ص : 21


( قَالَ ) وَإِذَا وَقَعَ فِي الْمَاءِ شَيْءٌ حَلاَلٌ فَغَيَّرَ لَهُ رِيحًا أَوْ طَعْمًا وَلَمْ يَكُنِ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَتَوَضَّأَ بِهِ وَذَلِكَ أَنْ يَقَعَ فِيهِ الْبَانُ أَوْ الْقَطِرَانُ فَيَظْهَرُ رِيحُهُ أَوْ مَا أَشْبَهَهُ وَإِنْ أُخِذَ مَاءٌ فَشِيبَ بِهِ لَبَنٌ أَوْ سَوِيْقٌ أَوْ عَسَلٌ فَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ لَمْ يُتَوَضَّأْ بِهِ ِلانَّ الْمَاءَ مُسْتَهْلَكٌ فِيهِ إنَّمَا يُقَالُ لِهَذَا مَاءُ سَوِيْقٍ وَلَبَنٍ وَعَسَلٍ مَشُوْبٌ اهـ




15. AIR KERUH JERNIH KEMBALI KARENA KAPORIT


Di zaman yang serba canggih ini, semuanya harus praktis, higienis, dan innovative. Air yang semula keruh, menjadi jernih kembali, hanya dengan memasukkan zat tertentu seperti kaporit. Apakah air tersebut dapat digunakan bersuci?


Jawab: Ya, dapat digunakan bersuci.


Referens:


قرة العين بفتاوى إسمعيل الزين ص : 47


فَالْجَوَابُ وَاللهُ الْمُوَفِّقُ لِلصَّوَابِ أَنَّ تَغَيُّرَ اْلمَاءِ بِالْكَدُوْرَاتِ وَنَحْوِهَا مِنَ اْلأَشْيَاءِ الطََّاهِرَةِ لاَ يَسْلُبُ طَهُوْرِيَّتَهُ وَإِنْ تَغَيَّرَ رِيْحُهُ فَيَبْقَى طَاهِرًا مُطَهِّرًا عَلَى اْلأَصْلِ وَإِذَا عُوْلِجَ بِمَا ذُكِرَ فِي السُؤَالِ مِنَ اْلأَدْوِيَّةِ لِتَصْفِيَّتِهِ كَانَ ذَلِكَ نَوْعَ تَرَفُّهٍ ِلأجْلِ التَنْظِيْفِ لاَ ِلأَجْلِ التَّطْهِيْرِ بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَ تِلْكَ اْلأَدْوِيَةُ غَيْرَ نَجِسَةٍ وَحِيْنَئِذٍ فَيَصِحُّ الْوُضُوْءُ وَسَائِرُ أَنْوَاعِ الطَّهَارَةِ بِالْمَاءِ الْمَذْكُوْرِ قَبْلَ الْمُعَالَجَةِ أَوْ بَعَدَهَا اهـ




16.  WARNA AIR KOLAM BERUBAH WARNA


Air kolam yang lama tidak terpakai, biasanya warnanya berubah. Bahkan sampai kehijau-hijauan, apalagi kalau ada lumutnya. Apakah air tersebut masih bisa dibuat sesuci?


Jawab: Tetap mensucikan.


Referensi:


نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج  ج 1 ص : 67


( وَلاَ مُتَغَيِّرٌ بِمُكْثٍ ) بِتَثْلِيْثِ مِيْمِهِ مَعَ إسْكَانِ كَافِهِ وَإِنْ فَحُشَ لِْلإِجْمَاعِ قَالَ الْعُمْرَانِيُّ وَلاَ تُكْرَهُ الطَّهَارَةُ بِهِ ( وَطِيْنٍ وَطُحْلُبٍ ) بِضَمِّ أَوَّلِهِ مَعَ ضَمِّ ثَالِثِهِ أَوْ فَتْحِهِ شَيْءٌ أَخْضَرُ يَعْلُو الْمَاءَ مِنْ طُوْلِ الْمُكْثِ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ بِمَقَرِّ الْمَاءِ وَمَمَرِّهِ أَوْ لاَ نَعَمْ إنْ أُخِذَ وَدُقَّ ثُمَّ طُرِحَ ضَرَّ لِكَوْنِهِ مُخَالِطًا مُسْتَغْنًى عَنْهُ اهـ



17.  RAGU-RAGU TENTANG PERUBAHAN AIR


Telah disebutkan, bahwa ketika perubahan sifat air sangat dominan, sehingga menghilangkan sifat mutlaknya air, maka air tidak mensucikan lagi.

Bagaimana jika ragu-ragu mengenai banyak sedikitnya perubahan air tersebut?


Jawab: Tetap mensucikan, karena hukum asal air tersebut adalah suci. Dan hukum asal, tidak akan berubah hanya dengan sekedar keraguan.


Referensi:


مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج  ج 1 ص : 119


( وَلاَ يَضُرُّ تَغَيُّرٌ ) يَسِيْرٌ بِطَاهِرٍ ( لاَ يَمْنَعُ اْلاسْمَ ) لِتَعَذُّرِ صَوْنِ الْمَاءِ عَنْهُ وَلِبَقَاءِ إطْلاَقِ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ وَكَذَلِكَ لَوْ شَكَّ فِي أَنَّ تَغَيُّرَهُ كَثِيرٌ أَوْ يَسِيرٌ نَعَمْ إنْ تَغَيَّرَ كَثِيرًا ثُمَّ شَكَّ فِي أَنَّ التَّغَيُّرَ اْلآنَ يَسِيْرٌ أَوْ كَثِيرٌ لَمْ يَطْهُرْ عَمَلاً بِاْلأَصْلِ فِي الْحَالَتَيْنِ قَالَ اْلأَذْرَعِيُّ اهـ



18. AIR REBUSAN


Seperti biasa, sebelum air sumur mau dikonsumsi terlebih dahulu harus direbus sampai mendidih. Karena air tersebut sudah khusus untuk diminum, akhirnya masyarakat menganggap air itu tidak boleh digunakan untuk bersuci.

Apakah air yang sudah direbus untuk dijadikan minuman tetap berstatus air mutlak, sehingga bisa untuk mensucikan?


Jawab: Ya.


Referensi:


الحاوى الكبير الماوردى  ج 1 ص : 51


فَصْلٌ وَأَمَّا قَوْلُهُ مُسَخَّنٍ وَغَيْرِ مُسَخَّنٍ فَسَوَاءٌ وَالتَّطَهُّرُ بِهِ جَائِزٌ فَإِنَّمَا قَصَدَ بِالْمُسَخَّنِ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا الْفَرْقُ بَيْنَ الْمُسَخَّنِ بِالنَّارِ وَبَيْنَ الْحَامِيْ بِالشَّمْسِ فِي أَنَّ الْمُسَخَّنَ غَيْرُ مَكْرُوهٍ وَالْمُشَمَّسَ مَكْرُوهٌ وَالثَّانِي الرَّدُّ عَلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ مُجَاهِدٌ وَزَعَمُوْا أَنَّ الْمُسَخَّنَ بِالنَّارِ مَكْرُوْهٌ وَهَذَا غَيْرُ صَحِيْحٍ لِمَا رُوِيَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُسَخَّنُ لَهُ الْمَاءُ فَيَسْتَعْمِلُهُ فِي الْوُضُوْءِ وَالصَّحَابَةُ يَعْلَمُوْنَ ذَلِكَ مِنْهُ وَلاَ يُنْكِرُوْنَهُ اهـ





19. AIR JEDING BERBAU KARENA BANGKAI IKAN

Menaruh ikan dalam jeding, merupakan hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat, sebab dengan cara seperti itu, air dapat bertahan lama. Karena kotoran-kotoran yang ditimbulkan dari air tersebut biasanya dimakan oleh ikan. Namun tak jarang ikan tersebut mati membusuk di dalamnya.
Apakah air kolam yang baunya berubah anyir akibat bangkainya ikan tetap suci mensucikan?

Jawab: Ya tetap suci mensucikan, jika bangkai tersebut tidak mengeluarkan cairan aroma busuk yang bisa menyatu dengan air. Karena bangkai ikan tetap suci.

Referensi:

حاشية الجمل  ج 5 ص : 270

( فَرْعٌ ) اسْتِطْرَادِيٌّ وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ بِئْرٍ تَغَيَّرَ مَاؤُهَا وَلَمْ يُعْلَمْ لِتَغَيُّرِهِ سَبَبٌ ثُمَّ فُتِّشَ فِيهَا فَوُجِدَ فِيهَا سَمَكَةٌ مَيِّتَةٌ وَأُحِيْلَ التَّغَيُّرُ عَلَيْهَا فَهَلِ الْمَاءُ طَاهِرٌ أَوْ مُتَنَجِّسٌ ( وَالْجَوَابُ ) أَنَّ الظَّاهِرَ بَلْ الْمُتَعَيِّنُ الطَّهَارَةُ ِلانَّ مَيْتَةَ السَّمَكِ طَاهِرَةٌ وَالْمُتَغَيِّرُ بِالطَّاهِرِ لاَ يَتَنَجَّسُ ثُمَّ إنْ لَمْ يَنْفَصِلْ مِنْهَا أَجْزَاءٌ تُخَالِطُ الْمَاءَ وَتُغَيِّرُهُ فَهُوَ طَهُورٌ ِلانَّ تَغَيُّرَهُ بِمُجَاوِرٍ وَإِلاَّ فَغَيْرُ طَهُوْرٍ إنْ كَثُرَ التَّغَيُّرُ بِحَيْثُ يَمْنَعُ إطْلاَقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ اهـ ع ش عَلَى م ر



20. AIR JEDING BANYAK KEJATUHAN AIR MUSTA’MAL

Sering terjadi, ketika air jeding yang berisi dua qullah atau lebih, sedang digunakan wudlu oleh para jama’ah, tentunya banyak air musta'mal berjatuhan masuk ke dalam jeding lagi. Hal ini menimbulkan tanda tanya terkait bisa dan tidaknya dibuat bersuci.
Apakah air tersebut dapat digunakan kembali?

Jawab: Dapat digunakan lagi, karena air berukuran dua qullah atau lebih tidak dapat berstatus musta’mal.

Referensi:

حاشية البجيرمي على الخطيب  ج 1 ص : 87

وَالْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ كَمَائِعٍ فَيُفْرَضُ مُخَالِفًا وَسَطًا لِلْمَاءِ فِي صِفَاتِهِ لاَ فِي تَكْثِيرِ الْمَاءِ فَلَوْ ضُمَّ إلَى مَاءٍ قَلِيلٍ فَبَلَغَ قُلَّتَيْنِ صَارَ طَهُورًا وَإِنْ أَثَّرَ فِي الْمَاءِ بِفَرْضِهِ مُخَالِفًا قَوْلُهُ ( لاَ فِيْ تَكْثِيْرِ الْمَاءِ ) أَيْ لاَ فِي حَالَةِ تَكْثِيرِ الْمَاءِ بِالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ بِأَنْ بَلَغَ بِهِ قُلَّتَيْنِ فَلاَ يُفْرَضُ مُخَالِفًا ِلانَّ الْمَاءَ الْكَثِيرَ لاَ يَتَأَثَّرُ بِاْلاسْتِعْمَالِ قَوْلُهُ (فَلَوْ ضُمَّ إلَى مَاءٍ قَلِيلٍ إلَخْ) وَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ مَاءَ الْفُسَاقِي الْمُعَدَّةِ اْلآنَ لِلْوُضُوْءِ فِي الْمَسَاجِدِ وَالْمَدَارِسِ مَثَلاً طَهُوْرٌ مَعَ كَثْرَةِ الْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ الْوَاقِعِ فِيهَا بِكَثْرَةِ الْمُتَوَضِّئِيْنَ وَلاَ نُقَدِّرُهُ مُخَالِفًا وَمَا وَقَعَ فِي الرَّوْضَةِ سَهْوٌ أَوْ نِسْيَانٌ م د اهـ



21. PERBEDAAN ANTARA MUKHÂLITH DAN MUJÂWIR

Air yang salah satu sifatnya berubah tidak bisa dibuat bersuci lagi, jika perubahannya akibat benda yang mukhâlith bukan mujâwir.
Apa perbedaan mukhâlith dan mujâwir tersebut?

Jawab: Mukhâlith adalah benda yang tidak dapat dipisahkan dari air (baca: lebur).
Sedangkan mujâwir adalah kebalikannya. Hanya saja ada benda yang selamanya mujâwir, seperti; batu. Ada yang berupa mukhâlith, kemudian menjadi mujâwir, seperti; debu. Dan ada pula yang menjadi mujâwir, kemudian menjadi mukhâlith, semisal daun teh.

Referensi:

حاشيتا قليوبي وعميرة  ج 1 ص : 22

قَوْلُهُ ( وَضُبِطَ الْمُجَاوِرُ بِمَا يُمْكِنُ فَصْلُهُ وَالْمُخَالِطُ بِمَا لاَ يُمْكِنُ فَصْلُهُ ) وَهُوَ اْلأَرْجَحُ عِنْدَ الْجُمْهُورِ أَوْ بِمَا يَتَمَيَّزُ فِي رَأْيِ الْعَيْنِ كَالتُّرَابِ وَعَكْسُهُ الْمُخَالِطُ وَيُمْكِنُ رَدُّ أَحَدِهِمَا لِْلآخَرِ وَاعْلَمْ أَنَّ الشَّيْءَ قَدْ يَكُونُ مُجَاوِرًا ابْتِدَاءً وَدَوَامًا كَاْلأَحْجَارِ أَوْ دَوَامًا كَالتُّرَابِ أَوْ ابْتِدَاءً كَاْلأَشْجَارِ اهـ

Senin, 17 Juli 2017

PADA BULAN RAMADHAN, SETAN-SETAN DIBELENGGU, TETAPI KENAPA MASIH ADA MAKSIAT ?





Rasulullah SAW bersabda dalam Shahih al-Bukhari,  Juz. III, Hal. 25, No. hadits : 1899

ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻞَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ ﻓُﺘِّﺤَﺖْ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ‏‎ ‎ﻭَﻏُﻠِّﻘَﺖْ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﻭَﺳُﻠْﺴِﻠَﺖِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ
Artinya : Apabila telah masuk bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu surga dan tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan pun terbelenggu (H.R. Bukhari)



Menjawab pertanyaan yang sama dengan judul di atas, al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab beliau, Fath al-Barri, Juz. IV, Hal. 114 mengatakan :

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺮﻃﺒﻲ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﺭﺟﺢ ﺣﻤﻠﻪ ﻋﻠﻰ‎ ‎ﻇﺎﻫﺮﻩ ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞ ﻛﻴﻒ ﻧﺮﻯ ﺍﻟﺸﺮﻭﺭ‎ ‎ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻰ ﻭﺍﻗﻌﺔ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﻓﻠﻮ‎ ‎ﺻﻔﺪﺕ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻟﻢ ﻳﻘﻊ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﻟﺠﻮﺍﺏ‎ ‎ﺃﻧﻬﺎ ﺇﻧﻤﺎ ﺗﻘﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﺎﺋﻤﻴﻦ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ‎ ‎ﺣﻮﻓﻆ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻭﻃﻪ ﻭﺭﻭﻋﻴﺖ ﺍﺩﺍﺑﻪ ﺃﻭ‎ ‎ﺍﻟﻤﺼﻔﺪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻭﻫﻢ ﺍﻟﻤﺮﺩﺓ‎ ‎ﻻﻛﻠﻬﻢ ﻛﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺎﺕ ﺃﻭ‎ ‎ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺗﻘﻠﻴﻞ ﺍﻟﺸﺮﻭﺭ ﻓﻴﻪ ﻭﻫﺬﺍ ﺃﻣﺮ‎ ‎ﻣﺤﺴﻮﺱ ﻓﺈﻥ ﻭﻗﻮﻉ ﺫﻟﻚ ﻓﻴﻪ ﺃﻗﻞ ﻣﻦ‎ ‎ﻏﻴﺮﻩ ﺍﺫﻻ ﻳﻠﺰﻡ ﻣﻦ ﺗﺼﻔﻴﺪ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ ﺃﻥ ﻻ‎ ‎ﻳﻘﻊ ﺷﺮ ﻭﻻ ﻣﻌﺼﻴﺔ ﻷﻥ ﻟﺬﻟﻚ ﺍﺳﺒﺎﺑﺎ ﻏﻴﺮ‎ ‎ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻛﺎﻟﻨﻔﻮﺱ ﺍﻟﺨﺒﻴﺜﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﺩﺍﺕ‎ ‎ﺍﻟﻘﺒﻴﺤﺔ ﻭﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﺍﻹﻧﺴﻴﺔ .

Artinya :Berkata Al-Qurthubi setelah beliau menguatkan pendapat memaknai hadits ini sesuai zahirnya, maka apabila ditanyakan: “Mengapa kita masih melihat banyak kejahatan dan kemaksiatan terjadi di bulan Ramadhan, padahal jika memang setan-setan telah dibelenggu, tentunya hal itu tidak akan terjadi?
Jawabannya : Sesungguhnya kemaksiatan itu hanyalah berkurang dari orang-orang yang berpuasa apabila pelaksanaan puasanya memperhatikan syarat-syarat puasa dan menjaga adab-adabnya. Atau bisa juga bermakna bahwa yang dibelenggu itu hanyalah sebagian setan, yaitu para pembesar setan bukan seluruhnya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada sebagian riwayat. Ataupun bisa juga maksudnya adalah pengurangan kejahatan-kejahatan di bulan Ramadhan, dan ini sesuai dengan yang dipersaksikan, yaitu terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan lebih sedikit dari bulan lainnya, karena dibelenggunya seluruh setan pun tidak dapat memastikan kejahatan  dan kemaksiatan hilang sama sekali, sebab terjadi kejahatan dan kemaksiatan itu juga karena banyak sebab selain setan, seperti jiwa yang jelek, kebiasaan yang tidak baik dan godaan dari setan-setan yang berbentuk manusia.

Kamis, 13 Juli 2017

MEREBUS AYAM SEBELUM DIKELUARKAN KOTORANNYA




Sebagian sahabat kita pernah bertanya bagaimana hukum merebus ayam atau bebek sebelum mengeluarkan kotorannya sebagaimana sering dilakukan di pasar-pasar ayam/bebek.


Jawabannya :
Tentu dapat menyebabkan najis daging ayam tersebut, karena air panas dapat meresapkan najis pada bagian-bagian dalam daging. Namun demikian, daging ayam tersebut dapat suci kembali dengan hanya menyiram bagian luarnya saja. Berikut nash para ulama kita menyangkut hal tesebut di atas, yakni :

1.    Disebut dalam  Fathul Mu’in, (dicetak pada hamisy I’anah al-Thalibin), Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 95 :
وإن كان حبا أو لحما طبخ بنجس، أو ثوبا صبغ بنجس، فيطهر باطنها بصب الماء على ظاهرها
Seandai biji-bijian atau daging dimasak dengan najis atau pakaian dicelup dengan najis, maka bathinnya itu suci dengan sebab dituang air atas bagian luarnya.


2.    Disebut dalam kitab  Bughyatul Mustarsyidin, Usaha Keluarga, Semarang, Hal. 17 :
لحم عليه دم غير معفوّ عنه ذر عليه ملح فتشربها طهر بإزالة الدم وإن بقي طعم الملح كحب أو لحم طبخ ببول فيكفي غسل ظاهره وإن بقي طعم البول بباطنه إذ تشرب ما ذكر كتشرب المسام كما في التحفة
Daging diatasnya ada darah yang tidak dimaafkan serta ditaburi garam yang meresap dalam daging, maka ini suci dengan sebab menghilangkan darah, meskipun tersisa rasa garam, sama halnya daging yang dimasak dengan kencing, maka memadai dengan membasuh bagian luarnya saja, meskipun masih tersisa rasa kencing pada bagian dalamnya. Karena peresapan tersebut sama dengan peresapan yang terjadi pada lobang pori-pori kulit sebagaimana tersebut dalam al-Tuhfah.


3.    Dalam Syarah bahjah Wardiyah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, juz.1, Hal 167-168 :
)قوله : لا يشترط العصر ) سواء في ذلك ما له خمل أي : وبر كالبساط وما لا خمل له فما في الروضة والمجموع من أنه لو طبخ لحم بماء نجس نجس ظاهره وباطنه و يكفي غسله ويعصر كالبساط محمول على الندب أو الضعيف وتوجيه القمولي بأن النجاسة تدخل في باطن اللحم فيحتاج لإخراجها بالعصر فغير مستقيم لأن القول بعدم اشتراط العصر وهو الأصح مبني على الأصح وهو طهارة الغسالة
(Perkataan pengarang : “tidak disyaratkan memerasnya), itu baik yang berbulu seperti permadani maupun yang tidak berbulu. Karena itu, yang tersebut dalam al-Raudhah dan al-Majmu’ bahwa seandainya daging dimasak dengan air najis, maka najislah dhahir dan bagian dalamnya, akan tetapi memadai dengan membasuh dan memerasnya seperti permadani, ini dipertempatkan pada hukum sunnat atau pendapat dha’if. Adapun alasan al-Qamuli bahwa najis masuk dalam bagian dalam daging, maka perlu dikeluarkannya dengan memeras, ini tidak benar, karena pendapat yang mengatakan tidak disyaratkan peras – pendapat ini adalah lebih shahih – dibangun atas pendapat yang lebih shahih, yakni pendapat suci air bekas basuhan.


4.    Dalam Hasyiah Bujairimy `ala al-Manhaj, Darul Fikri, Beirut, juz.1, Hal 101
:
لو ابتل حب بماء نجس أو بول صار رطبا وغسل بماء طاهر حال الرطوبة طهر ظاهرا وباطنا كذا اللحم إذا طبخ بهما وغسل يطهر ظاهرا وباطنا ز ي
Jika basah biji-bijian dengan air najis atau kencing yang menyebabkan lembab, kemudian dibasuh dengan air yang suci pada ketika lembab tersebut, maka suci dhahir dan bagian dalamnya. demikian juga daging apabila dimasak dengan keduanya, kemudian dibasuh, maka suci dhahir dan bagian dalamnya. Demikian al-Ziyadi.

OBAT WAS-WAS DALAM IBADAH MENURUT AL-HAITAMY



(وَسُئِلَ) - نَفَعَ اللَّهُ بِهِ - عَنْ دَاءِ الْوَسْوَسَةِ هَلْ لَهُ دَوَاءٌ؟
(فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ: لَهُ دَوَاءٌ نَافِعٌ وَهُوَ الْإِعْرَاضُ عَنْهَا جُمْلَةً كَافِيَةً. وَإِنْ كَانَ فِي النَّفْسِ مِنْ التَّرَدُّدِ مَا كَانَ - فَإِنَّهُ مَتَى لَمْ يَلْتَفِتْ لِذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ بَلْ يَذْهَبُ بَعْدَ زَمَنٍ قَلِيلٍ كَمَا جَرَّبَ ذَلِكَ الْمُوَفَّقُونَ، وَأَمَّا مَنْ أَصْغَى إلَيْهَا وَعَمِلَ بِقَضِيَّتِهَا فَإِنَّهَا لَا تَزَالُ تَزْدَادُ بِهِ حَتَّى تُخْرِجَهُ إلَى حَيِّزِ الْمَجَانِينِ بَلْ وَأَقْبَحَ مِنْهُمْ، كَمَا شَاهَدْنَاهُ فِي كَثِيرِينَ مِمَّنْ اُبْتُلُوا بِهَا وَأَصْغَوْا إلَيْهَا وَإِلَى شَيْطَانِهَا الَّذِي جَاءَ التَّنْبِيهُ عَلَيْهِ مِنْهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِقَوْلِهِ: «اتَّقُوا وَسْوَاسَ الْمَاءِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ الْوَلْهَانُ» أَيْ: لِمَا فِيهِ مِنْ شِدَّةِ اللَّهْوِ وَالْمُبَالَغَةِ فِيهِ كَمَا بَيَّنْت ذَلِكَ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ فِي شَرْحِ مِشْكَاةِ الْأَنْوَارِ، وَجَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مَا يُؤَيِّدُ مَا ذَكَرْته وَهُوَ أَنَّ مَنْ اُبْتُلِيَ بِالْوَسْوَسَةِ فَلْيَعْتَقِدْ بِاَللَّهِ وَلْيَنْتَهِ. فَتَأَمَّلْ هَذَا الدَّوَاءَ النَّافِعَ الَّذِي عَلَّمَهُ مَنْ لَا يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى لِأُمَّتِهِ.
Ibnu Hajar al-Haitamy rhm ditanyakan mengenai penyakit was-was, apakah ada obatnya? Beliau menjawab :
Ada obat yang mujarab untuk penyakit ini, yaitu tidak peduli secara keseluruhan, meskipun dalam dirinya muncul keraguan. Karena jika dia tidak perhatikan keraguan ini, maka keraguannya tidak akan menetap dan akan pergi dengan sendiri dalam waktu yang tidak lama. Sebagaimana cara ini pernah dilakukan oleh mereka yang mendapat taufiq. Sebaliknya, orang yang memperhatikan keraguan yang muncul dan menuruti bisikan keraguannya, maka dorongan was-was itu akan terus bertambah, sampai menyebabkan dirinya sepertiorang gila, bahkan lebih parah dari orang gila. Sebagaimana yang pernah kami lihat pada banyak orang yang mengalami cobaan keraguan ini, sementara dia memperhatikan bisikan was-wasnya dan ajakan setannya. Padahal sabda Nabi SAW telah memberitahu kita :
“Takutlah was-was air yang dipanggil dengan walhan.”
Disebut walhan, karena sangat bermain-main sebagaimana telah aku jelaskannya dan yang berkaitan dengannya dalam kitab Syarh Misykah al-Anwar. Telah disebut dalam kitab Shahihaini yang mendukung apa yang telah aku sebutkan barusan ini, yakni :
“Barangsiapa yang diuji dengan was-was, maka berpegang teguhlah kepada Allah dan hentikan was-was itu.”
Maka renungkanlah obat yang mujarab ini yang telah diajarkan oleh nabi yang tidak menuturkan sesuatu kepada umatnya menurut hawa nafsunya.
وَاعْلَمْ أَنَّ مَنْ حُرِمَهُ فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ؛ لِأَنَّ الْوَسْوَسَةَ مِنْ الشَّيْطَانِ اتِّفَاقًا، وَاللَّعِينُ لَا غَايَةَ لِمُرَادِهِ إلَّا إيقَاعُ الْمُؤْمِنِ فِي وَهْدَةِ الضَّلَالِ وَالْحَيْرَةِ وَنَكَدِ الْعَيْشِ وَظُلْمَةِ النَّفْسِ وَضَجَرِهَا إلَى أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ الْإِسْلَامِ. وَهُوَ لَا يَشْعُرُ أَنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاِتَّخِذُوهُ عَدُوًّا. وَجَاءَ فِي طَرِيقٍ آخَرَ فِيمَنْ اُبْتُلِيَ بِالْوَسْوَسَةِ فَلْيَقُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ وَبِرُسُلِهِ. وَلَا شَكَّ أَنَّ مَنْ اسْتَحْضَرَ طَرَائِقَ رُسُلِ اللَّهِ سِيَّمَا نَبِيُّنَا - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَجَدَ طَرِيقَتَهُ وَشَرِيعَتَهُ سَهْلَةً وَاضِحَةً بَيْضَاءَ بَيِّنَةً سَهْلَةً لَا حَرَجَ فِيهَا وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ، وَمَنْ تَأَمَّلَ ذَلِكَ وَآمَنَ بِهِ حَقَّ إيمَانِهِ ذَهَبَ عَنْهُ دَاءُ الْوَسْوَسَةِ وَالْإِصْغَاءِ إلَى شَيْطَانِهَا.
Ketahuilah, orang-orang yang telah diharamkan was-was atasnya, maka diharamkan seluruh kebaikan atasnya. Karena was-was disepakati datang dari syaithan dan syaithan terkutuk itu, tidak ada ujung dari tujuannya kecuali menjatuhkan orang beriman dalam jurang kesesatan, kebingungan, kesusahan hidup, kegelapan dan kebosanan jiwa sehingga mengeluarkannya dari Islam. Sedangkan dia tidak tahu Allah telah berfiman :
“Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagi kamu, maka jadikanlah dia itu sebagai musuh.”
Ada hadits dari jalur lain untuk orang yang diuji dengan was-was, berbunyi :
“Maka hendaklah berkata : “Aku beriman dengan Allah dan Rasul-Nya”.
Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang menghadirkan jalan para Rasul Allah , lebih-lebih Nabi kita SAW dan bersungguh-sungguh dengan jalannya dan syari’atnya dengan jalan mudah, terang, bersih dan dengan dalil yang mudah, maka tidak ada kesulitan padanya. Allah berfiman :
“Tidak dijadikan atasmu kesulitan dalam agama.”
Maka barangsiapa yang merenung ini dan mengimaninya dengan sebenar-benar iman, maka pasti hilang darinya penyakit was-was dan mendengarkan bisikan syaithan.
وَفِي كِتَابِ ابْنِ السُّنِّيِّ مِنْ طَرِيقِ عَائِشَةَ: - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - «مَنْ بُلِيَ بِهَذَا الْوَسْوَاسِ فَلْيَقُلْ: آمَنَّا بِاَللَّهِ وَبِرُسُلِهِ ثَلَاثًا، فَإِنَّ ذَلِكَ يُذْهِبُهُ عَنْهُ» وَذَكَرَ الْعِزُّ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ وَغَيْرُهُ نَحْوَ مَا قَدَّمْته فَقَالُوا: دَوَاءُ الْوَسْوَسَةِ أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ ذَلِكَ خَاطِرٌ شَيْطَانِيٌّ، وَأَنَّ إبْلِيسَ هُوَ الَّذِي أَوْرَدَهُ عَلَيْهِ وَأَنَّهُ يُقَاتِلُهُ، فَيَكُونُ لَهُ ثَوَابُ الْمُجَاهِدِ؛ لِأَنَّهُ يُحَارِبُ عَدُوَّ اللَّهِ، فَإِذَا اسْتَشْعَرَ ذَلِكَ فَرَّ عَنْهُ، وَأَنَّهُ مِمَّا اُبْتُلِيَ بِهِ نَوْعُ الْإِنْسَانِ مِنْ أَوَّلِ الزَّمَانِ وَسَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ مِحْنَةً لَهُ؛ لِيُحِقَّ اللَّهُ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.
Dalam kitab Ibn al-Sina dari jalur ‘Aisyah r.a. disebutkan : “Barangsiapa yang diuji dengan was-was ini, maka hendaknya mengatakan, “Amannaa billah wa birusulihi” sebanyak tiga kali maka demikian itu akan menghilangkan was-was darinya”. Al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya juga menjelaskan sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka menyatakan, “Obat penyakit was-was: hendaknya dia meyakini bahwa hal itu adalah godaan setan, dan dia yakin bahwa yang mendatangkan itu adalah iblis, dan dia sedang melawan iblis. Sehingga dia mendapatkan pahala orang yang berjihad. Karena dia sedang memerangi musuh Allah. Jika dia merasa ada keraguan, dia akan segera menghindarinya dan hendaknya meyakini pula bahwa was-was itu termasuk ujian bagi golongan manusia mulai dari awal zaman dan Allah menjadikan was-was itu menjadi cobaan bagi manusia, sehingga Allah membenarkan yang haq dan membatalkan yang batil, meski orang-orang kafir membencinya.
وَفِي مُسْلِمٍ مِنْ طَرِيقِ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ حَالَ بَيْنِي وَبَيْنَ صَلَاتِي وَقِرَاءَتِي فَقَالَ: ذَلِكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَتَعَوَّذْ بِاَللَّهِ مِنْهُ وَاتْفُلْ عَنْ يَسَارِك ثَلَاثًا، فَفَعَلْت فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّي.وَفِي رِسَالَةِ الْقُشَيْرِيِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ عَطَاءٍ قَالَ: ضَاقَ صَدْرِي لَيْلَةً لِكَثْرَةِ مَا صَبَبْت مِنْ الْمَاءِ، وَلَمْ يَسْكُنْ قَلْبِي فَقُلْت: يَا رَبِّ عَفْوَك، فَسَمِعْت هَاتِفًا يَقُولُ: الْعَفْوُ فِي الْعِلْمِ؛ فَزَالَ ذَلِكَ عَنِّي اهـ.
Dalam Shahih Muslim dari jalur Usman bin Abi al-‘Ash, beliau berkata : “Syaithan telah menyusahkanku di antara shalat dan bacaanku. Lalu Rasulullah SAW bersabda : “Itu adalah Syaithan yang bernama Khanzab, berlindunglah kepada Allah darinya dan ludahilah di sebelah kirimu tiga kali”. Kemudian aku lakukan perintah Rasulullah tersebut, Allahpun menghilangkannya dariku. Dalam Risalah al-Qusyairi dari Ahmad bin ‘Itha’ mengatakan, sesak dadaku pada suatu malam karena banyak minum air dan hatikupun tidak tenang, maka aku mengatakan : “Ya Rabbi ‘afwaka”. Kemudian aku mendengar bisikan : “Maaf dalam ilmu”. Lalu hilanglah sesak dada itu dariku.
وَبِهِ تَعْلَمُ صِحَّةَ مَا قَدَّمْته أَنَّ الْوَسْوَسَةَ لَا تُسَلَّطُ إلَّا عَلَى مَنْ اسْتَحْكَمَ عَلَيْهِ الْجَهْلُ وَالْخَبَلُ وَصَارَ لَا تَمْيِيزَ لَهُ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ عَلَى حَقِيقَةِ الْعِلْمِ وَالْعَقْلِ فَإِنَّهُ لَا يَخْرُجُ عَنْ الِاتِّبَاعِ وَلَا يَمِيلُ إلَى الِابْتِدَاعِ.وَأَقْبَحُ الْمُبْتَدِعِينَ الْمُوَسْوَسُونَ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ مَالِكٌ - رَحِمَهُ اللَّهُ - عَنْ شَيْخِهِ رَبِيعَةَ - إمَامِ أَهْلِ زَمَنِهِ -: كَانَ رَبِيعَةُ أَسْرَعَ النَّاسِ فِي أَمْرَيْنِ فِي الِاسْتِبْرَاءِ وَالْوُضُوءِ، حَتَّى لَوْ كَانَ غَيْرَهُ - قُلْت: مَا فَعَلَ. وَكَانَ ابْنُ هُرْمُزَ بَطِيءَ الِاسْتِبْرَاءِ وَالْوُضُوءِ، وَيَقُولُ: مُبْتَلًى لَا تَقْتَدُوا بِي.
Dari penjelasan di atas, diketahui shahih apa yang telah aku jelaskan sebelumnya bahwa was-was itu tidak terjadi kecuali atas orang-orang yang menetap kebodohan dan kegilaan padanya, sehingga dia tidak dapat membedakan lagi. Adapun orang-orang yang berada dalam hakikat ilmu dan akal, maka dia tidak akan keluar dari ittiba’ dan tidak cenderung kepada mengikuti bid’ah. Seburuk-buruk pelaku bid’ah adalah orang-orang yang was-was. Karena itu, Imam Malik rhm mengisahkan tentang gurunya, Rabi’ah - Imam manusia pada zamannya – bahwa Rabi’ah secepat-cepat manusia dalam dua hal, yakni istibra’ dan berwudhu’. Sehingga seandainya dia itu orang lain, pasti aku katakan, “Apa yang dia lakukan itu?”. Adalah Ibn Hurmuz orang yang terlambat dalam hal istibra’ dan wudhu’, Malik mengatakan, :Orang di uji dengan was-was jangan mengikuti aku.”
وَنَقَلَ النَّوَوِيُّ - رَحِمَهُ اللَّهُ - عَنْ بَعْضِ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِمَنْ بُلِيَ بِالْوَسْوَسَةِ فِي الْوُضُوءِ، أَوْ الصَّلَاةِ أَنْ يَقُولَ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ إذَا سَمِعَ الذِّكْرَ خَنَسَ؛ أَيْ: تَأَخَّرَ وَبَعُدَ، وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ - رَأْسُ الذِّكْرِ وَلِذَلِكَ اخْتَارَ صَفْوَةُ هَذِهِ الْأُمَّةِ - مِنْ أَصْحَابِ التَّرْبِيَةِ وَتَأْدِيبِ الْمُرِيدِ - قَوْلَ (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) لِأَهْلِ الْخَلْوَةِ، وَأَمَرُوهُمْ بِالْمُدَاوَمَةِ عَلَيْهَا، وَقَالُوا: أَنْفَعُ عِلَاجٍ فِي دَفْعِ الْوَسْوَسَةِ الْإِقْبَالُ عَلَى ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَالْإِكْثَارُ مِنْهُ.
Al-Nawawi rhm telah mengutip dari sebagian ulama dianjurkan bagi orang-orang yang diuji dengan penyakit was-was pada wudhu’ atau shalat mengatakan, “Laa ilaha illallaha”, sesungguhnya syaithan apabila mendengar zikir, dia mundur dan menjauh. Sedangkan “Laa ilaha illallaha” ini adalah rais zikir (zikir utama). Karena itulah kalimat tauhid tersebut dipilih oleh ahli sufi ini umat (pembimbing dan pemberi adab kepada murid) untuk ahli khalwat dan memerintahkan mereka selalu membacanya.  Para ahli sufi mengatakan, obat yang sangat bermanfaat untuk menolak was-was adalah melakukan zikir kepada Allah Ta’ala dan memperbanyaknya.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي الْحَوَارِيِّ بِكَسْرِ الرَّاءِ وَفَتْحِهَا شَكَوْت إلَى الدَّارَانِيِّ الْوَسْوَسَةَ فَقَالَ: إذَا أَرَدْت قَطْعَهُ فَمَتَى أَحْسَسْت بِهِ فَافْرَحْ فَإِذَا فَرِحْت انْقَطَعَ عَنْك فَإِنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ أَبْغَضَ إلَى الشَّيْطَانِ مِنْ سُرُورِ الْمُؤْمِنِ، قَالَ بَعْضُهُمْ: وَيُؤَيِّدُ هَذَا مَا ذُكِرَ عَنْ بَعْضِ الْأَئِمَّةِ أَنَّهُ إنَّمَا يُبْتَلَى بِهِ مَنْ كَمُلَ إيمَانُهُ؛ فَإِنَّ اللِّصَّ لَا يَسْرِقُ مِنْ بَيْتِ لِصٍّ مِثْلِهِ اهـ. وَهَذَا إنْ سَلِمَ فَهُوَ فِي الْوَسْوَاسِ فِي الْعَقَائِدِ؛ لِمَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّهُ مَحْضُ الْإِيمَانِ. عَلَى أَنَّ الْإِمَامَ ابْنَ عَرَفَةَ قَالَ إنَّمَا يُبْتَلَى بِهِ فِي الدِّينِ مَنْ أَخَذَهُ تَقْلِيدًا دُونَ مَنْ عَرَفَ بَرَاهِينَهُ؛ لِأَنَّ الْوَسْوَاسَ شَكٌّ وَهُوَ لَا يَجْتَمِعُ مَعَ الِاعْتِقَادِ الْجَازِمِ الْمُسْتَنِدِ إلَى دَلِيلٍ لِكَوْنِهِ ضِدَّهُ.
Ibnu Abi al-Hawari mengatakan, aku pernah mengadu kepada al-Darani mengenai was-was, beliau menjawab, apabila engkau berkeinginan untuk memutusnya, kapan engkau merasakannya, maka bergembiralah dan apabila engkau bergembira, maka was-was itu telah hilang darimu. Sesungguhnya tidak ada yang sangat dibenci Syaithan melebihi dari kegembiraan orang beriman. Sebagian ulama mengatakan, menguatkan ini oleh apa yang telah disebutkan dari sebagian al-imam bahwa sesungguhnya hanya yang diuji dengan was-was adalah orang-orang yang sempurna imannya. Sesunggguhnya pencuri tidak mencuri dari rumah pencuri yang sama dengannya. Ini seandainya benar, maka adalah pada was-was dalam bidang akidah, karena dalam hadits, hal tersebut merupakan semata-mata iman. Lebih-lebih lagi sesungguhnya Imam Ibn ‘Arfah mengatakan, sesungguhnya yang diuji dengan was-was dalam agama hanyalah orang-orang yang mengambil agama dengan jalan taqlid, bukan orang orang yang mengenal dalil-dalilnya, karena was-was adalah ragu-ragu, sedangkan ragu-ragu tidak berhimpun bersama i’tiqad yang pasti yang disandarkan kepada kepada dalil, karena was-was adalah lawannya.
وَقَالَ الْعَارِفُ أَبُو الْحَسَنِ الشَّاذِلِيُّ: إذَا كَثُرَ عَلَيْك الْوَسْوَاسُ فَقُلْ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْخَلَّاقِ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ  أَذْهَبَ اللَّهُ عَنَّا سَائِرَ الْمَضَارِّ وَالْمَخَاوِفِ وَالْفِتَنِ، وَأَنَا لَنَا كُلَّ خُلُقٍ حَسَنٍ، وَجَعَلَنَا مِنْ أَهْلِ وِلَايَةِ أَهْلِ النِّعَمِ وَالْمِنَنِ إنَّهُ عَلَى مَا يَشَاءُ قَدِيرٌ وَبِالْإِجَابَةِ جَدِيرٌ.
Al-‘Aarif Abu Hasan al-Syazili mengatakan, seandai atasmu banyak was-was, maka katakanlah :
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْخَلَّاقِ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ
Maka Allah akan menghilangkan dari kita semua mudharat, ketakutan dan fitnah. Semoga Allah melimpahkan bagi kita akhlaq yang baik dan menjadikan kita termasuk ahli wilayah ahli nikmat dan anugerah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas yang dikehendak-Nya dan sebaik-baik pengabul doa
Sumber : Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, Darul Fikri, Beirut, Juz. I, Hal. 149-150)

Rabu, 12 Juli 2017

HUKUM SHALAT TARAWIH SEBELUM QADHA SHALAT FARDHU



Masalah ini kembali kepada masalah meninggalkan shalat, apakah wajib diqadha secara segera atau tidak. Rincian hukum orang yang meninggalkan shalat adalah sebagai berikut :
apabila ditinggalkan karena adanya ‘uzur maka tidak wajib diqadha dengan segera, tetapi hanya sunat hukumnya. Karena itu, dibolehkan baginya mengerjakan hal-hal lain yang tidak wajib.
 apabila dtinggalkan tanpa uzur maka wajib segera diqadha, dan haram menggunakan waktu untuk hal-hal yang lain selain mengqadha shalat fadhu tersebut termasuk juga untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan sunat kecuali untuk keperluan-keperluan yang tidak boleh ditinggalkan seperti makan, minum dan lain-lain.
Berikut nash ulama fiqh mengenai hukum qadha shalat fardhu, yakni sebagai berikut :
1.    Al-Khathib al-Syarbaini mengatakan :
Mughni al-Muhtaj, Juz. I, Hal.489
مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ أَوْ نِسْيَانٍ لَمْ يَلْزَمُهُ قَضَاؤُهَا فَوْرًا. لَكِنْ يُسَنُّ لَهُ الْمُبَادَرَةُ بِهَا أَوْ بِلَا عُذْرٍ لَزِمَهُ قَضَاؤُهَا فَوْرًا لِتَقْصِيرِهِ
Barangsiapa yang meninggalkan shalat tanpa ‘uzur seperti tertidur atau lupa, maka tidak wajib qadhanya dengan segera, akan tetapi sunnat menyegerakannya atau meninggalkan nya tanpa ‘uzur, maka wajib qadhanya dengan segera karena ada kelalaian.
2.    Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Tuhfah al-Muhtaj, Juz. I, Hal. 440
ويجب تقديم ما فات بغير عذر على ما فات بعذر وإن فقد الترتيب؛ لأنه سنة، والبدار واجب ومن ثم وجب تقديمه على الحاضرة إن اتسع وقتها، بل لا يجوز كما هو ظاهر لمن عليه فائتة بغير عذر أن يصرف زمنا لغير قضائها كالتطوع إلا ما يضطر إليه لنحو نوم، أو مؤنة من تلزمه مؤنته، أو لفعل واجب آخر مضيق يخشى فوته
Wajib mendahulukan kewajiban yang luput tanpa ‘uzur atas yang luput dengan sebab ‘uzur, meskipun hilang tertib karena tertib itu hanya sunnat, sedangkan menyegerakan qadha hukumnya wajib. Karena itu, wajib mendahulu qadhanya atas shalat hadhir jika waktunya masih lapang. Bahkan tidak boleh sebagaimana dhahirnya atas orang yang ada kewajibannya yang luput tanpa ‘uzur menggunakan waktu selain mengqadhanya, seperti ibadah sunnat kecuali perbuatan yang tidak boleh tidak seperti tidur, mencari belanja untuk orang-orang yang wajib belanja atasnya atau perbuatan wajib lainnya yang sempit waktu yang dikuatirkan luputnya.
Selanjutnya al-Syarwani dalam mengomentari perkataan pengarang Tuhfah di atas, mengatakan :
Hasyiah al-Syarwani  ‘ala Tuhafah, Juz. I, Hal. 440
(قوله: كالتطوع) أي: يأثم به مع الصحة خلافا للزركشي
Perkataan pengarang seperti ibadah sunnat, maksudnya berdosa melakukannya, akan tetapi sah. Ini khilaf dengan pendapat al-Zarkasyi.
3. Al-Khathib al-Syarbaini dalam Hasyiah Bujairumi ‘ala Khatib Juz. II, Hal. 42
ومن غير العذر أن تفوته الصلاة في مرضه فيجب عليه قضاؤها فورا بأن يشتغل جميع الزمن بقضائها ما عدا ما يضطر إليه من أكل وشرب ومؤن ممونه، بل يحرم فعل التطوع ما دامت في ذمته فتجب المبادرة ولو على حاضرة إن اتسع وقتها، بل لا يجوز كما هو ظاهر لمن عليه فوائت بغير عذر أن يصرف زمنا لغير قضائها كالتطوع إلا ما يضطر إليه لنحو نوم أو مئونة أو لفعل واجب مضيق يخشى فوته اهـ تحفة
Termasuk tidak ‘uzur luput shalat pada waktu sakitnya. Karena itu, wajib atasnya qadha shalatnya dengan segera, yakni dengan menggunakan semua waktu untuk mengqadhanya  selain yang tidak boleh tidak seperti makan, minum dan belanja orang wajib belanja atasnya. Bahkan haram melakukan ibadah sunnat selama shalat wajib dalam tanggung jawabnya. Karena itu, wajib menyegerakannya, meskipun atas shalat wajib yang hadhir jika waktunya lapang. Bahkan tidak boleh sebagaimana dhahirnya atas orang yang ada kewajibannya yang luput tanpa ‘uzur menggunakan waktu selain mengqadhanya, seperti ibadah sunnat kecuali perbuatan yang tidak boleh tidak seperti tidur, mencari belanja atau perbuatan wajib lainnya yang sempit waktu yang dikuatirkan luputnya. Demikian Tuhfah.
Berdasarkan rincian tersebut di atas,dapat di ketahui hukum melaksanakan shalat sunnat seperti shalat Tarawih bagi orang yang belum habis mengqadha shalat fardhunya. Bila shalat fardhu tersebut di tinggalkan tanpa ‘uzur, maka wajib terhadapnya mempergunakan segenap waktu untuk mengqadha shalat tersebut, tidak boleh mengerjakan hal-hal lain walaupun perbuatan tersebut sunat termasuk juga shalat Tarawih. Namun demikian shalat sunnat yang ia kerjakan tersebut tetap sah, meskipun haram melakukannya.