Senin, 17 April 2017

PERIHAL PUASA

1.   BERPUASA MELAKUKAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI ( SENGGAMA )

Bagaimana hukum orang sedang berpuasa melakukan senggama pada siang hari di bulan Ramadlan ?

Hukumnya berdosa dan puasanya batal serta wajib membayar kafarat bagi wathi’, penyenggama.

وَمَنْ وَطِئَ فِيْ نَهَارِ رَمَضَانَ …فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ (قَوْلُهُ فَعَلَيْهِ) أَيْ فَوْرًا أَخْذًا مِنَ التَّعْبِيْرِ بِالْفَاءِ الَّتِيْ لِلتَّعْقِيْبِ وَالضَّمِيْرُ رَاجِعٌ لِمَنْ وَطِئَ فَالْواَطِئُ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ وَالْكَفَّارَةُ وَالتَّعْزِيْرُ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ اْلإِمَامُ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ وَأَمَّا الْمَوْطُوْءُ وَلَوْ ذَكَرًا فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ وَالتَّعْزِيْرُ دُوْنَ الْكَفَّارَةِ لأَنَّ اِفْسَادَ صَوْمِهِ فِي الْحَقِيْقَةِ بِغَيْرِ الْوَطْءِ فَإِنَّهُ يَفْسُدُ صَوْمُهُ بِدُخُوْلِ شَيْءٍ مِنَ الْحَشَفَةِ فَرْجَهُ قَبْلَ تَحَقُّقِ الْوَطْءِ بِدُخُوْلِ جَمِيْعِهَا فِيْهِ
[الباجوري 1/297].

“Bagi seseorang yang bersenggama pada siang hari Ramadlan wajib mengqadla puasanya. Kalimat ‘wajib mengqadla’ yakni sesegera mungkin, diambil dari ibarat fa’ yang berfaedah ta’qib -- terjadinya sesuatu setelah fa’ usai sesuatu sebelum fa’ tanpa tunda. Dlomir hi kembali pada wathi’ (penyenggama) walaupun laki-laki wajib baginya qadla dan ta’zir sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Syafi’i dan ini pendapat mu’tamad. Adapun mauthu’ (yang disenggama) walaupun laki-laki wajib baginya qadla dan ta’zir tanpa membayar kafarat, karena batalnya puasa tersebut pada hakikatnya bukan disebabkan senggama tapi lebih disebabkan oleh masuknya hasyafah ke dalam vagina sebelum nyata-nyata senggama terjadi dengan masuk seluruhnya”.
(Al-Bajuri I/297).



2.   SUNTIK SEDANG BERPUASA

Batalkah puasa orang yang disuntik ?

Puasa orang tersebut tidak batal.

وَخَرَجَ بِالْعَيْنِ اْلأَثَرُ كَالرِّيْح بِالشَّمِّ وَبُرُوْدِ الْمَاءِ وَحَرَارَتِهِ بِاللَّمْسٍ وَبِالْجَوْفِ مَا لَوْدَاوَى جَرْحَهُ عَلَى لَحْمِ السَّاقِ أَوِ الْفَخِدِ فَوَصَلَ الدَّوَاءُ دَاخِلَ الْمُخِّ أَوِ اللّ‍حْمِ أَوْ غَرَزَ فِيْهِ حَدِيْدَةً فَإِنَّهُ لاَ يُفْطِرُ لاِنْتِفَاءِ الْجَوْفِ
[نهاية المحتاج 3/166].

“Dikecualikan dari benda riil adalah benda abstrak seperti bau dengan penciuman dan panas dinginnya air dengan perabaan. Demikian juga dikecualikan dari jauf, lubang, adalah bila seseorang mengobati lukanya di atas betis atau paha kemudian obat tersebut merasuk ke sumsum atau daging, ataupun memasukkan besi pada daging maka hal itu tidak membatalkan puasanya karena tidak melalui lubang.
(Nihayah al-Muhtaj III/166).



3.   TIBA DI TEMPAT BERLEBARAN AWAL

Seseorang berpuasa sudah 28 hari, kemudian bepergian ke luar negeri dengan pesawat terbang sesampai di tempat tujuan ternyata sudah hari raya lebaran. Bolehkah dia ikut berlebaran ?

Orang tersebut wajib mengikuti lebaran dan mengqadla satu hari.

وَلَوْ سَفَرَ مَنْ صَامَ إِلَى مَحَلٍّ بَعِيْدٍ مِنْ مَحَلِّ رُؤْيَتِهِ وَافَقَ أَهْلَهُ فِي الصَّوْمِ آخِرًا فَلَوْ عَيَّدَ قَبْلَ سَفَرِهِ ثُمَّ اَدْرَكَهُمْ بَعْدَهُ صَائِمِيْنَ أَمْسَكَ مَعَهُمْ وَإِنْ تَمَّ الْعَدَدُ ثَلاَثِيْنَ لأَنَّهُ صَارَ مِنْهُمْ أَوْ سَافَرَ مِنَ الْبَعِيْدِ إِلَى مَكَانِ الرُّؤْيَةِ عَيَّدَ مَعَهُمْ وَقَضَى يَوْمًا إِنْ صَامَ ثَمَانِيَةً وَعِشْرِيْنَ وَإِنْ صَامَ تِسْعَةً وَعِشْرِيْنَ فَلاَ قَضَاءَ.
[كاشفة السجا 109].

“Seandainya seseorang yang sedang berpuasa bepergian ke tempat yang jauh dari tempat terlihatnya tanggal maka ia menyesuaikan akhir puasanya bersama penduduk setempat. Untuk itu, bilamana hari raya terjadi sebelum bepergian kemudian ia mendapatkan penduduk setempat yang sedang berpuasa maka ia harus berpuasa bersama-sama mereka meskipun ia telah berpuasa genap 30 hari karena ia telah menjadi bagian mereka. Atau seseorang bepergian dari tempat yang jauh ke tempat terlihatnya tanggal maka ia berhari raya bersama-sama mereka dan mengqadla satu hari apabila ia telah berpuasa 28 hari dan apabila telah berpuasa 29 hari maka ia tidak usah mengqadla.”
(Kasyifah al-Saja 108).